Selamat Datang di Blog Ponpes Life Skill Daarun Najaah Semarang Jawa Tengah | Tebarkan salam penuh dengan semangat untuk meraih Sukses, Sholeh dan Selamat Dunia Akhirat | Dapatkan informasi seputar kegiatan pondok dan artikel lainnya disini

MENU

Moon Calendar

Minggu, 04 Oktober 2015

Menghitung Awal Waktu Shalat dengan Menggunakan Rubu' Mujayyab


A.            Selayang Pandang Rubu’ Mujayyab
1.        Pengertian
Secara etimologi rubu’ berasal dari kata ﺃﻠﺭﺒﻊ, berarti seperempat (1/4), dan mujayyab (ﻤﺠﻴﺏ) berarti yang bersulam. Sehingga rubu’ mujayyab berarti seperempat yang bersulam.[1]
Rubu’ mujayyab atau kuadran sinus adalah sebuah alat yang digunakan untuk menghitung sudut benda-benda angkasa, menghitung waktu, menentukan waktu shalat, kiblat, posisi matahari dalam berbagai macam konstelasi sepanjang tahun.
Menurut David A. King, rubu’ digunakan oleh para cendekiawan muslim pada masa keemasan Islam, yang kemudian dikembangkan oleh Muhammad ibn Musa Al-Khawarizmi, seorang Ilmuwan Islam pada abad ke-9 di Baghdad. Rubu digunakan untuk observasi dan perhitungan astronomis, seperti menghitung nilai trigonometri.
Alat ini terdiri dari kurva berbentuk seperempat lingkaran dan dua poros / sumbu horizontal dan vertikal, yang setiap porosnya dibagi menjadi 60 bagian. Kedua poros itu dimulai dari lubang kecil yang dihubungkan dengan khaith (benang kecil) yang diikatkan pada suatu pemberat. Alat ini hanya mempunyai satu sisi saja yang terbuat dari kayu atau metal (tembaga/kuningan). Seperempat kurva itu terbagi menjadi 90 bagian (derajat) dimulai dari kanan yang sudah ditandai dengan angka 0 (nol) dan berakhir di samping kirinya di angka 90 derajat.[2]

2.        Bagian-Bagian Rubu’
Bagian-bagian  rubu’ mujayyab adalah sebagai berikut :
1.        Markaz                        : titik sudut siku-siku rubu’ padanya terdapat lubang kecil yang
  dapat dimasuki benang.
2.        Qousul Irtifa’   : busur yang mengelilingi rubu’ bagian ini diberi skala derajat 0
  sampai 90 bermula dari kanan ke kiri. 1° = 60 menit.
3.        Jaib Tamam    : sisi kanan yang menghubungkan Markaz ke awal Qous.
  Bagian ini diberi skala 0 sampai 60. Dari tiap-tiap titik satuan
  skala itu ditarik garis yang lurus menuju Qous. Garis-garis itu
  disebut Jaib Mankusah.
4.        Sittiny              : Sisi kiri yang menghubungkan Markaz ke akhir Qous. Bagian
ini diberi skala 0 sampai 60 dari tiap-tiap titik satuan skala itu
ditarik garis lurus menuju ke Qous. Garis itu disebut Jaib
Mabsuthoh. Perhitungan jaib dimulai dari Markaz dan setiap 1
Jaib sama dengan 60 menit.
5.        Hadafah          : dua tonjolan yang keluar dari bentuk rubu’.
6.        Khoit               : benang kecil yang dimasukkan ke markaz.
7.        Muri                 : benang pendek yang diikatkan pada Khoit, yang dapat digeser
  naik turun.
8.        Syakul              : bandul yang berada diujung Khoit.[3]

B.            Menghitung Awal Waktu Shalat dengan Menggunakan Rubu’ Mujayyab
Berikut langkah perhitungan menentukan awal waktu shalat dengan rubu’ mujayyab.

Contoh :
Menentukan awal waktu shalat untuk kota Semarang (ϕ 6 58’ LS ; λ 110 25’) pada tanggal 5 Juni 2012.

Langkah-langkah :
1.      Mengetahui nilai mail awal (deklinasi)
Mail awal (deklinasi) adalah jarak dari suatu benda langit ke equator langit diukur melalui lingkaran waktu dan dihitung dengan derajat, menit dan detik.
Mengetahui mail awal (deklinasi) matahari pada 5 Juni 2012 yaitu dengan cara :
a.       Letakkan khoit di atas sittiny dan tempatkan murinya di 23 52.
b.      Pindahkan khoit ke darojatus syams (bujur matahari).[4] Maka nilai yang terdapat di bawah muri adalah jaibnya mail.
c.       Qouskan untuk mendapatkan mail awal.
d.      Darojatus syams 5 Juni 2012 adalah 14 derajat dari Jauza’, dan mail awalnya 22 30’ (positif/utara).

2.      Menghitung bu’dul quthr, asal mutlak dan nishful fudlah
a.      Menghitung bu’dul quthr
Bu’dul quthr adalah busur yang dihitung dari ufuk tempat matahari terbit atau terbenam sampai dengan garis tengah lintasan matahari yang membagi lintasan ini menjadi dua bagian sama besar.[5]
Caranya :
                                           ·          Letakkan khoit pada qous lintang tempat (6 58’). Tarik garis lurus dari qousul irtifa’ ke sittin. Lihat nilainya dari awal markaz hingga sittin (07.16).
                                           ·          Letakkan khoit pada sittin. Posisikan muri pada angka 07.16.
                                           ·          Geser khoit pada qous 2230’.
                                           ·          Tarik garis lurus dari muri ke sittin. Lihat nilainya dari awal markaz hingga sittin (02.47). Inilah bu’dul quthr.
b.      Menghitung asal mutlak
Asal mutlak adalah jarak yang dihitung dari titik kulminasi atas sampai pada titik pertemuan antara garis horizon dengan garis tengah lintasan matahari yang menghubungkan titik kulminasi atas dengan titik kulminasi bawah.[6]
Caranya :
                                           ·          Carilah tamam ‘ardlul balad/co-latitude (complement lintang tempat) 90 - 658’ = 8302’
                                           ·          Letakkan khoit pada qous co-latitude (8302’).
                                           ·          Tarik garis lurus dari qousul irtifa’ ke sittin. Lihat nilainya dari awal markaz hingga sittin (59.33)
                                           ·          Letakkan khoit pada sittin. Posisikan muri pada angka 59.33.
                                           ·          Carilah co-latitude deklinasi (complement deklinasi) 90 - 2230’ = 6730’
                                           ·          Geser khoit sampai pada qous co-latitude deklinasi (6730’)
                                           ·          Tarik garis lurus dari muri ke sittin. Lihat nilainya dari awal markaz hingga sittin (55.01). Inilah asal mutlak.
c.       Menghitung nishful fudlah
Nishful fudlah adalah waktu yang membedakan antara setengah busur siang rata-rata dengan setengah busur siang yang sebenarnya.[7]
·        Letakkan khoit pada sittin dan posisikan muri pada angka asal mutlak (55.01).
·        Geser khoit hingga muri berpotongan dengan jaib mabsuthoh nilai bu’dul quthr (02.47). lihat sudut pada qous dihitung dari awal qous (02 54’). Inilah nilai nishful fudlah.

3.      Menghitung waktu Maghrib
Tambahkan Nisful Fudlah dengan angka 6 apabila deklinasi selatan dan kurangkan jika deklinasi utara. Setelah itu, tambahkan hasilnya dengan 3,5 menit (daqoiqut tamkiniyah)[8]. Hasil penjumlahan itu adalah waktu maghrib (06 : 20 : 06).

4.      Menghitung waktu Isya’
a.    Tambahkan Bu'dul Quthr dengan jaib yazin (17) bila deklinasi selatan dan kurangkan bila deklinasi utara. Hasilnya disebut al-ashl al-mu'adal.
b.    Letakkan muri asal mutlak, geser khoit sampai murinya berada di atas al-ashl al mu’adal. Sudut antara khoith dengan awal qaus adalah waktu isya (07 : 32).

5.      Menghitung waktu Shubuh
Langkah yang dilakukan sama dengan langkah untuk menentukan waktu isya, namun jaibnya menggunakan jaib yathin, yaitu ditambahkan 19 bila deklinasi selatan dan dikurangkan bila deklinasi utara (04 : 29).

6.      Menghitung waktu Imsak
Kurangkan 5 atau 6 menit dari waktu Shubuh, menurut waktu ikhtiyat masing-masing. Maka hasilnya adalah waktu imsak (04 : 19).

7.      Menghitung waktu matahari terbit
Tambahkan nisful fudlah pada jam 6 bila deklinasi selatan dan kurangkan bila deklinasi utara. Setelah itu, kurangkan hasilnya dengan 3,5 menit (daqoiqut tamkiniyah). Hasil penjumlahan itu adalah waktu matahari terbit (05 : 39 : 54).

8.      Menghitung waktu Dhuha
a.    Tambahkan bu’dul quthr dengan jaib 4 30’ bila deklinasi utara dan dikurangkan bila deklinasi selatan. Hasilnya adalah al-ash al-mu’adal.
b.    Tenpatkan muri pada asal mutlak, geser khoit hingga muri berada pada al-ashl al-mu’adal. Nilai yang dihitung dari awal qous hingga khoit adalah waktu Dhuha (06 : 13).

9.      Menghitung waktu Ashar
Waktu Ashar dimulai ketika panjang bayang-bayang suatu benda sama dengan panjang benda tersebut atau dua kali panjang benda tersebut.[9]
a.    Hitung ghoyatul irtifa’ (kulminasi) dengan cara menambahkan tamam ardhul balad[10] dengan deklinasi bila deklinasi selatan, dan kurangkan bila deklinasi utara.
b.    Hitung penjumlahan dzil mabsuthoh dengan qomah (ketinggian) yang dikehendaki. Hasilnya adalah dzil Ashar.
Cara menghitung dzil mabsuthoh :
·          Letakkan khoit pada irtifa’ dihitung dari awal Qous.
·          Posisikan muri pada jaib mabsuthoh qomah yang dikira-kirakan.
·          Tarik garis dari muri ke jaib tamam.
·          Nilai dari markaz ke jaib tamam adalah dzil mabsuthoh.
c.    Masukkan dzil Ashar pada jaib tamam dan qomah pada sittin.
d.    Letakkan khoit pada pertemuan dua titik tersebut. Nilai yang dihitung dari awal qous sampai khoit adalah irtifa’ Ashar.
e.    Hitung waktu Ashar seperti menghitung waktu Shubuh. Posisikan muri pada asal mutlak, geser khoit hingga muri berada pada al-ashl al-mu’adal. Nilai yang dihitung dari akhir qous hingga khoit adalah waktu Ashar (03 : 26).



[1] Laksmiyanti Annake HN, Iqnaul Umam. Astrolabe dan Rubu’ Mujayyab (Makalah).
[2] Yadi Setiadi, Rubu’ Mujayyab Praktis dan Teoritis, hal. 6.
[3] Muhammad Ma’sum bin Ali, Pelajaran Astronomi Jilid II (Terjemahan Addurusul Falakiyah), (Nganjuk : PP Darussalam), hal. 1-2.
[4] Darojatus syams (bujur matahari) adalah busur sepanjang lingkaran ekliptika ke arah timur diukur dari tiap titik buruj sampai titik pusat matahari. Lihat Muhyidin Khazin, Kamus Ilmu Falak, (Yogyakarta : Buana Pustaka, 2005), hal. 20.
[5] Slamet Hambali, Ilmu Falak I, (Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang, 2011), hal. 65.
[6] Ibid, hal. 66.
[7] Ibid, hal. 67.
[8] Rentang waktu yang diperlukan oleh matahari sejak piringan atasnya menyentuh ufuk hakiki terlepas dari ufuk mar’i. Lihat, Muhyidin Khazin, Kamus Ilmu Falak, (Yogyakarta : Buana Pustaka, 2005), hal. 19.
[9] Siti Tatmainul Qulub, Aplikasi Rubu’ Mujayyab Untuk Penentuan Awal Waktu Shalat (Paper), (Semarang, 2013).
[10] co-latitude (complement lintang tempat)

2 komentar: