A.
Selayang
Pandang Rubu’ Mujayyab
1.
Pengertian
Secara etimologi rubu’
berasal dari kata ﺃﻠﺭﺒﻊ, berarti
seperempat (1/4), dan mujayyab (ﻤﺠﻴﺏ) berarti yang bersulam. Sehingga rubu’ mujayyab berarti
seperempat yang bersulam.[1]
Rubu’ mujayyab atau kuadran sinus adalah
sebuah alat yang digunakan untuk menghitung sudut benda-benda angkasa,
menghitung waktu, menentukan waktu shalat, kiblat, posisi matahari dalam
berbagai macam konstelasi sepanjang tahun.
Menurut David A. King, rubu’ digunakan oleh para
cendekiawan muslim pada masa keemasan Islam, yang kemudian dikembangkan oleh
Muhammad ibn Musa Al-Khawarizmi, seorang Ilmuwan Islam pada abad ke-9 di
Baghdad. Rubu’ digunakan untuk observasi dan perhitungan astronomis,
seperti menghitung nilai trigonometri.
Alat
ini terdiri dari kurva berbentuk seperempat lingkaran dan dua poros / sumbu
horizontal dan vertikal, yang setiap porosnya dibagi menjadi 60 bagian. Kedua
poros itu dimulai dari lubang kecil yang dihubungkan dengan khaith
(benang kecil) yang diikatkan pada suatu pemberat. Alat ini hanya mempunyai satu sisi saja yang
terbuat dari kayu atau metal (tembaga/kuningan). Seperempat kurva itu terbagi menjadi
90 bagian (derajat) dimulai dari kanan yang sudah ditandai dengan angka 0 (nol)
dan berakhir di samping kirinya di angka 90 derajat.[2]
2.
Bagian-Bagian
Rubu’
Bagian-bagian rubu’ mujayyab adalah sebagai berikut
:
1.
Markaz : titik sudut siku-siku rubu’ padanya terdapat lubang kecil yang
dapat
dimasuki benang.
2.
Qousul
Irtifa’ :
busur yang mengelilingi rubu’ bagian ini diberi skala derajat 0
sampai
90 bermula dari kanan ke kiri. 1° = 60 menit.
3.
Jaib
Tamam :
sisi kanan yang menghubungkan Markaz ke awal Qous.
Bagian
ini diberi skala 0 sampai 60. Dari tiap-tiap titik satuan
skala
itu ditarik garis yang lurus menuju Qous. Garis-garis itu
disebut
Jaib Mankusah.
4.
Sittiny : Sisi kiri yang menghubungkan Markaz
ke akhir Qous. Bagian
ini diberi skala 0 sampai 60 dari tiap-tiap
titik satuan skala itu
ditarik garis lurus menuju ke Qous.
Garis itu disebut Jaib
Mabsuthoh. Perhitungan jaib dimulai dari Markaz dan setiap 1
Jaib sama dengan 60 menit.
5.
Hadafah : dua tonjolan yang
keluar dari bentuk rubu’.
6.
Khoit : benang kecil yang dimasukkan ke markaz.
7.
Muri : benang pendek yang diikatkan pada Khoit, yang dapat
digeser
naik
turun.
B.
Menghitung
Awal Waktu Shalat dengan Menggunakan Rubu’ Mujayyab
Berikut langkah perhitungan menentukan awal waktu shalat dengan rubu’
mujayyab.
Contoh :
Menentukan awal waktu shalat
untuk kota Semarang (ϕ 6⁰ 58’ LS ; λ 110⁰ 25’) pada tanggal 5 Juni 2012.
Langkah-langkah :
1. Mengetahui nilai mail awal
(deklinasi)
Mail awal (deklinasi) adalah
jarak dari suatu benda langit ke equator langit diukur melalui lingkaran waktu
dan dihitung dengan derajat, menit dan detik.
Mengetahui mail
awal (deklinasi) matahari pada 5 Juni 2012 yaitu dengan cara :
a.
Letakkan khoit
di atas sittiny dan tempatkan murinya di 23 52.
b.
Pindahkan khoit
ke darojatus syams (bujur matahari).[4]
Maka nilai yang terdapat di bawah muri adalah jaibnya mail.
c.
Qouskan untuk
mendapatkan mail awal.
d.
Darojatus syams 5 Juni 2012
adalah 14 derajat dari Jauza’, dan mail awalnya 22⁰ 30’ (positif/utara).
2. Menghitung bu’dul quthr, asal mutlak
dan nishful fudlah
a. Menghitung bu’dul quthr
Bu’dul quthr adalah busur
yang dihitung dari ufuk tempat matahari terbit atau terbenam sampai dengan
garis tengah lintasan matahari yang membagi lintasan ini menjadi dua bagian
sama besar.[5]
Caranya :
·
Letakkan khoit
pada qous lintang tempat (6⁰ 58’). Tarik
garis lurus dari qousul irtifa’ ke sittin. Lihat nilainya dari awal
markaz hingga sittin (07.16).
·
Letakkan khoit
pada sittin. Posisikan muri pada angka 07.16.
·
Geser khoit pada
qous 22⁰30’.
·
Tarik garis lurus
dari muri ke sittin. Lihat nilainya dari awal markaz hingga sittin (02.47). Inilah
bu’dul quthr.
b. Menghitung asal mutlak
Asal mutlak adalah jarak
yang dihitung dari titik kulminasi atas sampai pada titik pertemuan antara
garis horizon dengan garis tengah lintasan matahari yang menghubungkan titik
kulminasi atas dengan titik kulminasi bawah.[6]
Caranya :
·
Carilah tamam
‘ardlul balad/co-latitude (complement lintang tempat) 90⁰ - 6⁰58’ = 83⁰02’
·
Letakkan khoit
pada qous co-latitude (83⁰02’).
·
Tarik garis lurus
dari qousul irtifa’ ke sittin. Lihat nilainya dari awal markaz
hingga sittin (59.33)
·
Letakkan khoit
pada sittin. Posisikan muri pada angka 59.33.
·
Carilah
co-latitude deklinasi (complement deklinasi) 90⁰ - 22⁰30’ = 67⁰30’
·
Geser khoit
sampai pada qous co-latitude deklinasi (67⁰30’)
·
Tarik garis lurus
dari muri ke sittin. Lihat nilainya dari awal markaz hingga sittin (55.01). Inilah
asal mutlak.
c. Menghitung nishful fudlah
Nishful fudlah adalah waktu
yang membedakan antara setengah busur siang rata-rata dengan setengah busur
siang yang sebenarnya.[7]
·
Letakkan khoit
pada sittin dan posisikan muri pada angka asal mutlak (55.01).
·
Geser khoit
hingga muri berpotongan dengan jaib mabsuthoh nilai bu’dul quthr
(02.47). lihat sudut pada qous dihitung dari awal qous (02⁰ 54’). Inilah nilai nishful fudlah.
3.
Menghitung
waktu Maghrib
Tambahkan
Nisful Fudlah dengan angka 6 apabila deklinasi selatan dan kurangkan
jika deklinasi utara. Setelah itu, tambahkan hasilnya dengan 3,5 menit
(daqoiqut tamkiniyah)[8].
Hasil penjumlahan itu adalah waktu maghrib (06 : 20 : 06).
4. Menghitung waktu Isya’
a.
Tambahkan Bu'dul
Quthr dengan jaib yazin (17⁰)
bila deklinasi selatan dan kurangkan
bila deklinasi utara. Hasilnya disebut al-ashl al-mu'adal.
b.
Letakkan muri asal mutlak, geser khoit sampai murinya berada di atas
al-ashl al mu’adal. Sudut antara khoith
dengan awal qaus adalah waktu isya (07 : 32).
5.
Menghitung
waktu Shubuh
Langkah
yang dilakukan sama dengan langkah untuk menentukan waktu isya, namun jaibnya
menggunakan jaib yathin, yaitu ditambahkan 19⁰ bila
deklinasi selatan dan dikurangkan bila deklinasi utara (04 : 29).
6. Menghitung waktu Imsak
Kurangkan 5 atau 6 menit dari waktu Shubuh,
menurut waktu ikhtiyat masing-masing. Maka hasilnya adalah waktu imsak (04 :
19).
7. Menghitung waktu matahari terbit
Tambahkan nisful fudlah pada jam 6 bila
deklinasi selatan dan kurangkan bila deklinasi utara. Setelah
itu, kurangkan hasilnya
dengan 3,5 menit (daqoiqut tamkiniyah). Hasil penjumlahan itu adalah waktu matahari terbit (05 : 39 : 54).
8. Menghitung waktu Dhuha
a.
Tambahkan bu’dul
quthr dengan jaib 4⁰ 30’ bila deklinasi utara dan dikurangkan bila
deklinasi selatan. Hasilnya adalah al-ash al-mu’adal.
b.
Tenpatkan muri pada asal mutlak, geser khoit hingga
muri berada pada al-ashl al-mu’adal. Nilai yang dihitung dari awal qous hingga
khoit adalah waktu Dhuha (06 : 13).
9. Menghitung waktu Ashar
Waktu
Ashar dimulai ketika panjang bayang-bayang suatu benda sama dengan panjang
benda tersebut atau dua kali panjang benda tersebut.[9]
a. Hitung ghoyatul irtifa’ (kulminasi)
dengan cara menambahkan tamam ardhul balad[10] dengan deklinasi
bila deklinasi selatan, dan kurangkan bila deklinasi utara.
b. Hitung penjumlahan dzil mabsuthoh dengan qomah (ketinggian) yang
dikehendaki. Hasilnya adalah dzil Ashar.
Cara menghitung
dzil mabsuthoh :
·
Letakkan khoit
pada irtifa’ dihitung dari awal Qous.
·
Posisikan muri
pada jaib mabsuthoh qomah yang dikira-kirakan.
·
Tarik garis dari
muri ke jaib tamam.
·
Nilai dari markaz
ke jaib tamam adalah dzil mabsuthoh.
c. Masukkan dzil Ashar pada jaib tamam dan qomah
pada sittin.
d. Letakkan khoit pada pertemuan dua titik
tersebut. Nilai yang dihitung dari awal qous sampai khoit adalah irtifa’ Ashar.
e. Hitung waktu Ashar seperti menghitung waktu
Shubuh. Posisikan muri pada asal mutlak, geser khoit hingga muri berada pada
al-ashl al-mu’adal. Nilai yang dihitung dari akhir qous hingga khoit adalah
waktu Ashar (03 : 26).
[3] Muhammad
Ma’sum bin Ali, Pelajaran Astronomi Jilid II
(Terjemahan Addurusul Falakiyah), (Nganjuk : PP Darussalam), hal.
1-2.
[4] Darojatus syams (bujur matahari) adalah busur
sepanjang lingkaran ekliptika ke arah timur diukur dari tiap titik buruj sampai
titik pusat matahari. Lihat Muhyidin Khazin, Kamus Ilmu Falak,
(Yogyakarta : Buana Pustaka, 2005), hal. 20.
[8] Rentang waktu yang diperlukan oleh matahari sejak
piringan atasnya menyentuh ufuk hakiki terlepas dari ufuk mar’i. Lihat,
Muhyidin Khazin, Kamus Ilmu Falak, (Yogyakarta : Buana Pustaka, 2005),
hal. 19.
[9] Siti
Tatmainul Qulub, Aplikasi Rubu’ Mujayyab Untuk
Penentuan Awal Waktu Shalat (Paper), (Semarang, 2013).
Terima kasih...... Izin mau di print
BalasHapusOk... terima kasih
BalasHapusPengantar Ilmu Falak