KYAI FALAK ERA MILLENNIUM
KH. Dr. Ahmad
Izzudin, M.Ag
Banyak
tokoh muslim kita yang sukses lahir dari didikan orang tua yang keras. Begitu
pula dengan tokoh satu ini, Kyai kelahiran Kudus dengan segudang pengabdian untuk umat dan majunya
Ilmu Falak. Kepribadian dan perjuangan beliau dalam membumikan ilmu yang sangat langka, yaitu Ilmu Falak
mendapat perhatian manakala kita mengamati perjalanan hidupnya. Dengan berbagai kisah, pengalaman, dan cerita
yang masih saya ingat, sebagai muridnya selama di Semarang sampai dengan sekarang, pandangan saya terhadap
beliau masih tetap sama, sebagai tokoh umat.
Kyai Produktif
Ahmad
Izzuddin, kelahiran Kudus 12 mei 1972 ini adalah seorang kyai. Ia tidak hanya
seorang dosen, namun juga salah satu
pimpinan pondok pesantren tempat selama kuliah, Pondok Pesantren Daarun Najaah.
Tidak seperti kebanyakan tipe pesantren
yang saya tahu, pesantren ini adalah pesantren bersantrikan mahasiswa. Dengan jumlah
kurang lebih 200 santri, dua
kyai besar, KH. Sirodj Khudori dan menantu putrinya Aisah Andayani yakni KH.
Dr. Ahmad Izzuddin M.Ag, Ponpes
Daarun Najaah berdiri di wilayah transisi menjadi kota, Jrakah Tugu Semarang.
Dr. KH. Ahmad Izzuddin, M. Ag. |
Sejak
ia menjadi menantu KH. Sirodj Khudori di tahun 2000, ia mulai membantu
mertuanya untuk merintis Pondok Pesantren
Daarun Najaah yang berdiri pada tanggal 28 Agustus 2001. Ketika awal-awal
tahun, Pondok hanya memiliki santri
laki-laki dan ia adalah kyai yang sangat rajin untuk membangunkan
santri-santrinya di tengah malam dan mengguyur santri di depan sumur untuk mandi dan shalat tahajud.
Waktu itu ia memang tinggal bersama para santri dengan batas tembok tipis kamar dari triplek. Dengan
kesederhanaannya, ia membangun pondok pesantren bersama istri dan mertuanya sehingga semakin
lama pondok mulai berkembang dengan memiliki santri putri di tahun 2007. Ia merintis Pondok pesantren dengan
melakukan beberapa inovasi. Munculah lembaga-lembaga seperti lembaga hisab rukyat Al-Miiqaat yang khusus
menekuni Ilmu Falak, group rebana Al-Mahboeb yang kini sering diundang mengisi
acara di Semarang,
majalah bulletin An-Najwa, Lembaga bahasa Daarun Najaah, Koperasi Saliima dan
juga lembaga penerbitan buku
Al-Hilal. Semua lembaga-lembaga tersebut ia rintis dengan kesabaran dan
perjuangan hingga saat ini.
Di
sini, sosok Ahmad Izzuddin yang saya kenal adalah guru yang sangat mengerti
kondisi santrinya, bahkan untuk santri yang tidak bisa berbahasa jawa ia menerapkan pembelajaran yang
menurut saya memayungi kondisi semua santri. Dalam beberapa kali pengajian, Pak Iz, sapaan akrab beliau
dikalangan santri, mengisi pengajian di setiap malam Rabu dan malam Senin. Pengajiannya hanya
membahas dua atau tiga kalimat dalam kitab Nashoihul ‘Ibad, namun syarahnya (penjelasan) panjangnya
bukan main. Dengan sesekali gelak tawa, ia mampu menyihir santrinya untuk menyerap apa isi materi. Ia membahas
isi kitab tidak hanya dengan duduk saja, tapi berdiri sambil mengecek dan mengabsen santri-santrinya.
Terkadang ia membuat model pengajian seperti Mario Teguh. Ia tayangkan beberapa
slide motivasi dan
mengakhiri materi dengan munasabah diri. Sajian kitab yang berisi tentang
pembelajaran akhlak ini memang kerap
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga penjelasannya adalah
kontektualisasi ayat dan hadits yang
melebar, meluas dan memanjang. Inilah mungkin yang membuat santrinya tidak bisa
tertidur ketika mengaji. Santri bisa
termotivasi dengan cara pembelajaran ini. Menerjemahkan kitab hanya dengan
bahasa jawa mungkin membuat
beberapa santri yang belum bisa mengerti bahasa jawa tersiksa.
Di
awal tahun, jika hanya mendengarkan pengajian dan harus bertanya teman duduk arti bahasa indonesianya
apa kadang membuat suasana akhirnya mengantuk. Tapi pengajian yang dipimpin Pak Iz ini membuat santri
luar Semarang seperti saya ini semangat. Tidak hanya pelan-pelan mulai bisa menerjemahkan arab gantung dengan
bahasa jawa, juga mengerti karena ia memberikan syarah (penjelasan)nya dengan bahasa Indonesia.
Sosok
beliau dikalangan santri, berperan tidak hanya sebagai orang yang mengajarkan
akhlak, namun juga dunia lain seperti
interpreneur, kedisiplinan, keterampilan sampai masalah penampilan. Ia tidak
hanya mewajibkan santri putra untuk
memakai kopiah di hari jum’at ketika akan ke kampus, namun juga
mewajibkan santrinya untuk menguasai masalah penerbitan buku, bahasa dan isu-isu politik. Kegiatan
beberapa kali dalam sebulan menghadirkan narasumber dari luar, entah itu untuk belajar
membaca cepat kitab kuning, belajar TOEFL, membahas diskursus politik di Mesir, sampai menghadirkan artis-artis film
KCB yang pada waktu itu sedang booming.
Selain
itu juga pernah mengajak santrinya untuk nonton KCB di bioskop Citra Land
Simpang Lima. Hal yang menurut saya
aneh, karena baru kali ini seorang kyai mengajak santri-santrinya nonton
bareng. Ia selalu berpesan untuk tidak hanya jadi santri kolot yang hanya ngaji dan tidur di pondok saja,
santri juga harus berpenampilan necis dan tidak ketinggalan jaman untuk pernah nonton di bioskop. Ini kyai
nyentrik, ia juga biasa pergi bersama-sama santri lain naik bis omprengan.
Di
lihat dari kepiawaiannya dalam mengelola pondok bersantrikan mahasiswa ini, ia
cukup cekatan dan termasuk yang memiliki produktif melahirkan banyak ide untuk
mendesain berbagai acara agar santrinya hidup dengan motivasi. Ia pernah menghadirkan narasumber
seorang Public Relation (PR) yang juga manager Hotel Semesta di Semarang.
Santri termotivasi
untuk tidak hanya belajar akhlak namun juga bagaimana menampilan diri sebaik
mungkin tanpa harus berlebihan.
Bagaimana cara menghadapi dan merespon berbagai tipe orang, termasuk pengalaman
ketika wawancara mencari
pekerjaan dan lain sebagainya. Selain itu dalam bidang keterampilan, Ia
mengadakan kerjasama dengan salah satu perusahaan roti yang telah lama berkembang dan maju. Dalam
acara menjelang bulan Ramadan, ia mengajak santrinya untuk studi banding dan belajar dari pengusaha Roti
Virgin, pengusaha Bandeng Juana dan perusahaan Indomie di Semarang.
Kegiatan
yang selalu ia ramaikan dengan santri-santrinya adalah sepak bola api dalam
kegiatan akhirussanah Pondok. Di
setiap tahun, ia selalu memimpin pembukaan sepak bola api dengan pakaian
khasnya dari atas sampai bawah berwarna
putih ditemani obor-obor menyala yang diangkat santri sambil berdendang shalawat.
Malam yang gelap tetap ramai dengan
datangnya masyarakat yang juga ingin menonton, kadang juga datang beberapa
wartawan yang mewawancarai
untuk ditayangkan di televisi. Pertandingan sepak bola api ini juga melibatkan
peserta dari remaja masjid dan
masyarakat yang berada di sekitar Pondok. Menurut saya, hal ini merupakan salah
satu strategi beliau untuk membangun
suasana keislaman dan pondok pesantren di Jrakah Tugu Semarang. Dengan
mengadakan berbagai kegiatan dan
melibatkan peran masyarakat agar dapat turun rembug bersosialisasi dengan
pondok yang bersantrikan seluruh
Indonesia itu.
Sosoknya
di mata santri setidaknya meninggalkan beberapa kesan. Selain karena dia orang
yang selalu mengarahkan santri untuk
menjadi pribadi yang baik, ia sering marah ketika santrinya melanggar aturan
pondok. Ia adalah orang yang tegas
dan tidak kenal dengan toleransi untuk membiarkan santri-santrinya berbuat
lalai. Ketika santri melanggar, maka hukuman yang biasa ia berikan adalah push up bagi santri putra,
menulis shalawat nariyah, sampai dengan membuat surat pernyataan bermaterai. Pelanggaran ini berkisar dikarenakan
santri sering tidak ikut mengaji atau ada beberapa kasus seperti pencurian, mungkin
tidak termasuk pencurian sandal, ghasab. Karena di dunia ini tidak semua orang
baik, maka banyak
kisah-kisah di pondok yang mengharuskan sikap beliau berani dan tegas, tentunya
dengan banyak konsekuensi di
mana santri tidak menyukainya.
Namun
di balik sosok yang tegas ini, ia adalah orang yang semangat menjadikan
santrinya sukses, sholeh, slamet dunia akhirat, sebagaimana slogan pondok ini. Ia mengatakan, bahwa setiap
yang membuat santri yang melanggar itu benci pada dirinya, ia akan mendapatkan hikmah dibalik sikap marah
kyainya di masa depan kelak. Di setiap pengajian, ia selalu mempimpin doa dengan
santri-santri agar dijadikan orang-orang yang senantiasa tidak lupa akan
kebaikan orangtua dan
guru. Ia adalah orang yang selalu tidak lupa untuk menyampaikan salam kepada
orangtua santri, meskipun
santrinya tidak banyak yang menyampaikan salam balik. Di akhir pengajian, ia
selalu mengingatkan santrinya untuk
senantiasa berakhlakul karimah di pondok maupun di kampus.
Di
tahun 2011, ia merintis Pondok Life Skill Daarun Najaah yang bertempat di
belakang rumahnya di Bukit Beringin Lestari. Ada sekitar 30 santri putra dan 15 santri putri yang juga
merupakan mahasiswa yang kini sedang ia asuh. Ia memberdayakan para santri untuk menciptakan suasana keislaman yang
ia harapkan selama ini di masyakarat. Ia membagi waktu untuk dapat membimbing dua pondok pesantren dengan
tidak mengurangi waktunya untuk bekerja dan berkumpul bersama keluarga.
Sosok Penyayang dan Humoris
Di
keluarga, ia adalah seorang suami dan ayah yang baik. Ia memiliki empat anak
dan di tahun ini bertambah lahirnya anak yang ke lima. Anak pertamanya, Alliya Saliima Izza berusia 14
tahun, Najwa Fariha Izza berusia 9 tahun, Muhammad Farhan Najih Azizy berusia 5 tahun, Hanana Maksuma Izza
berusia 2 tahun, dan yang terakhir masih di dalam kandungan. Suami dari Aisah Andayani, S.Ag ini kerap
menghabiskan waktu selain bekerja di IAIN Walisongo dan ketika ia di Jakarta untuk berkumpul
bersama keluarga. Ia bersikap
demokratis untuk memberikan kebebasan anak-anaknya dalam menempuh pendidikan.
Ia tidak mentargetnya
anaknya harus rangking satu, namun dengan didikannya anak-anaknya termasuk
siswa yang berprestasi. Ia selalu
memberikan penghargaan kepada mereka tatkala datang keberhasilan dan memberikan
motivasi tatkala datang
kesulitan dan ketidakberuntungan. Ia menjadi idola diantara anak-anaknya,
karena anak-anaknya menaruh kepercayaan
ayahnya dalam hal apapun. Anak-anaknya tumbuh dengan semangat, percaya diri dan
kreatif. Didikannya membebaskan
namun tidak membiarkan mereka luput dari ajaran agama untuk dapat menghargai,
menghormati dan berbagi dengan
orang lain.
Di
dalam rumah, ia adalah orang yang paling humoris. Ia sering mengguyoni
anak-anaknya, termasuk kepada istrinya sekalipun. Ia membangun kesabaran tatkala anak-anaknya rewel akan
sesuatu dan memberikan contoh baik ketika di antara saudara kakak beradik itu harus saling memaafkan dan
berbagi. Guyonannya yang selalu terkesan adalah ketika ia menyapa anak keduanya dengan
mengatakan bahwa Najwa itu mirip Ibu, padahal Najwa sangat dominan mirip ayahnya. Anehnya, Najwa tidak
merengek, dia termasuk anak yang paling dewasa dibanding yang lain. Anak
laki-laki satu-satunya
yang ia punya yaitu Farhan sangat cerdas meminta mainan kepada ayahnya. Ayahnya
selalu guyoni Farhan dengan
mengiming-imingi mainan asal tidak ngedot susu lagi. Namun, Farhan selalu
pintar mencari kesempatan untuk dapat
mainan dan dot susu. Hal lain yakni ketika ia jalan-jalan sekeluarga. Di dalam
mobil, ia selalu bertanya, siapa
anak ayah? Semua anak-anaknya menyahut dengan unjuk tangan. Siapa anak Ibu?
Tidak ada yang menjawab, dan spontan
saja semua yang ada di dalam mobil tertawa, kecuali istrinya. Istrinya selalu
tahu, bagaimana ia membangun
suasana canda tawa.
Setiap
pagi ketika ia masih menjadi dosen di IAIN, ia sesekali mengantar kedua anaknya
bersekolah di Yayasan Walisongo di
Jrakah. Meskipun ayahnya adalah ketua yayasan, anaknya yang paling besar,
Aliyya selalu dapat memposisikan
diri untuk tidak dapat diutamakan di antara teman-temannya. Aliyya adalah anak
yang bertanggung jawab dengan menjadi
ketua kelas dan memimpin teman-temannya. Anak-anaknya tumbuh dengan kemandirian
walaupun sesekali pernah
merengek tidak mau sekolah hanya untuk ikut bersama ayahnya ketika menghadiri
acara. Ia termasuk
orang yang sangat dekat dengan anak-anaknya. Saat ia menerima tamu, anak yang
paling besar selalu berada
didekatnya, tidak mau untuk jauh tidak melihat ayahnya. Apalagi ketika tahun
2013, saat ayahnya diangkat menjadi
Kasubdit Pembinaan Syariah dan Hisab Rukyat di Kementerian Agama, Aliyya sangat
sering mengomentari status facebook
acara ayahnya dengan komentar : semangat ya ayahku sayang. Inilah mungkin salah
satu bukti bahwa didikannya
sangat berperan meskipun ia jauh dengan hanya pulang seminggu sekali di hari
Sabtu-Minggu.
Di
lingkungan rumahnya, ia adalah tokoh agama yang disegani. Semenjak berdiri
Pondok Daarun Najaah di belakang rumahnya, ia memberdayakan santrinya dengan memberikan tugas mereka
untuk menjadi pengajar TPQ, imam shalat dan mengumandangkan adzan. Sehingga suasana keislaman terwujud
dengan ramainya santri untuk berjamaah shalat, pengajian seusai shalat subuh dan banyaknya anak-anak yang menjadi
murid di TPQ At-Taubah. Meskipun dalam perjalanan terjadi kesalahfahaman dengan masyarakat, pada akhirnya
dengan didikannya dan kesantunan para santri, mereka dapat berbaur dengan lingkungan sekitar. Bahkan, pada setiap
moment perayaan hari besar Islam seperti Idul Adha atau Idul Fitri, para santri diajak masyarakat untuk dapat
bekerjasama saling membantu.
Di
keluarga besarnya, ia adalah anak ke 7 dari 9 bersaudara dari pasangan Alm. KH.
Maksum Rosyidie dan Almh. Hj. Masriah
Hambali. Ia termasuk orang yang dipercaya untuk melanjutkan pengabdian ayahnya
dengan membantu para guru di sekolah
Wahid hasyim Kudus Jawa Tengah. Setiap beberapa kali dalam sebulan, ia
menyempatkan diri untuk dapat memimpin
rapat guru, memotivasi siswa dan mengadakan kegiatan seperti karnaval.
Keterlibatannya dalam memberikan
motivasi membuat angin segar untuk guru-guru agama di sana. Kegiatannya ini
dilakukan selepas ta’ziyah
mengunjungi pemakaman ayah dan ibunya bersama keluarga dan beberapa santri.
Pencetak Kader Falak
Ahmad
Izzuddin adalah orang yang menekuni Ilmu Falak sejak kecil. Di bawah asuhan
ayahnya, ia dipaksa mengaji kitab-kitab
Falak dan Ilmu Waris Islam. Setiap hari ayahnya tak pernah malas untuk
mengajaknya mengaji. Bahkan sampai
ia bersembunyi di kamarnya untuk menghindari, ayahnya tak mau melepasnya.
Didikan Ibunya pun terlihat tegas dari paksaannya untuk kuliah di IAIN Walisongo Semarang. Tanpa
paksaan mereka, saya tidak akan seperti ini, tuturnya mengenang jasa orangtuanya.
Ia
dibesarkan di Pondok Pesantren Ploso mojo Kediri, Jawa Timur. Ia dikenal
sebagai murid yang mumpuni di bidang hitung-menghitung dan IPA, karena selama SMP ia bersekolah di salah
satu sekolah favorit di Kudus. Ia dipercaya menjadi tim pembuatan kalender di Pondoknya dan menjadi berkembang
untuk menekuni Ilmu Falak sampai dengan
sekarang. Arahan dan bimbingan kedua orangtuanyalah ia dapat
menjadi dosen Ilmu Falak sampai sekarang menjabat Kasubdit Pembinaan Hisab dan Rukyat Dirjen Bimas Islam Kementerian
Agama.
Selain
sebagai kyai yang produktif dan menjadi idola di keluarganya, ia termasuk
seorang dosen dalam usia yang sangat muda dapat melahirkan lulusan yang berkualitas. Di antara murid
sekaligus santrinya sejak awal pondok berdiri, saat ini ia merasa bangga mendidik mereka, di
antaranya Ahmad Fadholi yang kini menjadi dosen di IAIN Bangka Belitung, Ismail Khudori yang bekerja menjadi
staf ahli hisab rukyat di Kementrian Agama Kota Semarang, dan Taufik yang sudah menjadi hakim. Ketiga anak
didikannya secara khusus mendapat perhatian untuk beliau arah dan bimbing. Mereka adalah hasil didikan dari
banyaknya tugas yang beliau berikan. Dengan model penugasan, ia berhasil menjadikan mereka faham tidak hanya
dari segi teori saja. Di lapangan, ia kerap sekali menugaskan santri-santrinya untuk dapat menjadi panitia dan
memandu peserta Diklat pelatihan Ilmu Falak. Padahal, ia sangat tahu bahwa anak bimbingannya belum bisa, namun ia
paksa mereka untuk bisa. Ketika ia diundang menjadi narasumber dalam sebuah pelatihan, workshop ataupun diklat,
ia sangat sering mengajak anak bimbingannya untuk juga berperan. Pun, ketika dahulu pernah mengajar Ilmu Falak
dan waris di INISNU Jepara. Karena Ilmu Falak dan waris itu 50% adalah aplikasi dan latihan, maka peserta pelatihan
selalu ia desain untuk mengembangkan kapabilitas penggunaan peralatan dengan cara melibatkan anak bimbingannya
akan menjadi pemandu.
Ia
adalah salah seorang perintis, termasuk di mana muncul program beasiswa untuk
kuliah dan mempelajari Ilmu Falak di IAIN Walisongo Semarang. Pada tahun 2007, ketika ia membina 30
orang mahasiswa angkatan pertama yang sangat ia harapkan dapat berhasil, ia juga merintis komunitas yang
berkonsentrasi dalam Ilmu Falak, ia mendirikan Asosiasi Dosen Falak Indonesia, Komunitas Falak
Perempuan Indonesia, dan Komunitas Santri Falak Indonesia. Selain itu, ia membentuk Tim Hisab Rukyat di Masjid
Agung Jawa Tengah yang berada di Kota Semarang. Pada tahun 2009 menjadi rujukan pelaporan rukyatul hilal
yang berhasil dilihat. Setiap bulan ketika ia senggang, ikut menjadi berjalananya
rukyatul hilal menjelang Ramadan dan Syawal. Ia sangat menaruh perhatian dalam
masalah Ilmu Falak, sehingga ia
merupakan orang pertama yang bisa populer di dunia penulisan dari binaan
gurunya Slamet Hambali.
Di
dalam kelas, model pembelajaran yang ia lakukan berfokus pada pemahaman materi.
Ia tidak jelimet untuk menerangkan
asal-usul, namun seiring dengan waktu mahasiswanya dapat mengetahui dengan
sendirinya dan mengulik
sendiri. Ia adalah orang yang mendesain mata kuliah untuk dipakai dan
diterapkan dalam desain pembelajaran Ilmu Falak di IAIN Walisongo Semarang. Kehadirannya dalam Ilmu
Falak mewarnai konsep belajar untuk tidak hanya berkutat dengan angka, penyampaiannya yang kadang diselingi guyonan
membuat orang yang tidak suka Ilmu Falak menjadi cinta. Sehingga tidak heran ia menjadi orang yang paling
dicari ketika Rektor IAIN mempertanyakan kapan puasa dan lebaran tiba.
Selama
menjadi dosen, ia dipercaya untuk menjadi narasumber pada banyak pelatihan,
seminar maupun workshop. Selain itu
diamanahi pula untuk menjadi konsultan yang berhubungan dengan hukum Islam di
LPKBHI Fakultas Syariah yang pada
kemudian hari merintis PUSKALAFALAK (Pusat Kajian dan Layanan Falakiyah)
Fakultas Syariah IAIN Walisongo
Semarang. Ia tidak menggunakan kesempatan ini hanya untuk mengembangkan dirinya
saja, ia selalu melakukan
kaderisasi. Ia adalah seorang pencetak kader ahli falak, buktinya ia tidak
melepas setiap kegiatannya tanpa mahasiswa. Saya pun termasuk orang yang ia berdayakan untuk menjadi
ahli falak dari kaum perempuan. Konsep yang selalu ia ajarkan adalah setiap orang pasti bisa dan mampu.
Keahliannya
dalam Ilmu Falak diakui berbagai pihak. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya
permintaan baik itu dari Kemenag kota
maupun permintaan Takmir Masjidnya sendiri untuk mengecek dan meluruskan arah kiblat.
Jika dihitung, sudah ratusan
masjid dan musholla yang ia luruskan shafnya. Kesempatan ini tidak ia lakukan
sendiri, ia mengajak mahasiswanya
untuk juga berpengalaman melakukan pengukuran arah kiblat. Pernah pada waktu
tahun 2010, 17 mahasiswi
konsentrasi Ilmu Falak IAIN Walisongo diajaknya untuk mengukur kiblat masjid
dan musholla di daerah Slarongan
Klaten Selatan. Sebagaimana permintaan, akhirnya ia membagi 17 mahasiswi
menjadi beberapa kelompok untuk mengukur
musholla dan masjid yang menyebar di sana. Mahasiswi binaannya sangat merasa
senang karena dapat
mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari selama di kelas.
Dalam
bidang tulis menulis, ia termasuk orang yang produktif dan kreatif. Sampai
sekarang, ketika ia menjadi Kasubdit Pembinaan Syari’ah dan Hisab Rukyat ia tidak pernah kehilangan ide untuk menuangkan
gagasannya dalam artikel maupun
makalah. Bahkan, ia disebut penulis tahunan, karena tulisannya populer hanya
ketika menjelang Ramadan dan
Lebaran tiba, padahal tulisannya yang lain pun pernah terbit. Hal ini
menimbulkan efek positif, ketika ideidenya di baca di media massa, persoalan perbedaan awal Bulan Qamariyah
yang selama ini ada di Indonesia, ia kemas menjadi topik menarik, di antara judulnya yaitu menghisabkan NU dan
merukyahkan Muhammadiyah, Hisab Aman, Rukyah Rawan. Sehingga dengan usahanya, Ilmu Falak semakin menarik
untuk orang pelajari. Selang waktu tujuh tahun setelah angkatan pertama didikannya di IAIN Walisongo lulus,
ia bangga bisa membimbing beberapa anak untuk dapat mengembangkan Ilmu Falak dengan melanjutkan sekolah S2.
Genap
dua tahun sejak tahun 2013, ketika ia diangkat menjadi Kasubdit Pembinaan Syari’ah dan Hisab
Rukyat, ia mengaku
sangat sulit untuk menjadi pimpinan di kalangan Birokrat. Namun karena
kesabaran dan dukungan istri dan anak-anaknya, ia mampu melewatinya dengan semangat. Ia sangat
pintar dalam membagi waktu, pada saat libur hari Sabtu-Ahad ia pulang ke Semarang untuk bertemu dengan keluarganya
dan menyelangi waktunya dengan memberikan materi perkuliahan kepada mahasiswa S1 IAIN Walisongo. Kesibukannya
di Jakarta ia jalani dengan banyak hal yang ia selesaikan. Di mata rekan kerja dan bawahannya, ia dikenal sebagai
pemimpin bijak, sehingga tak heran jika di kantor tercipta suasana kekeluargaan yang erat. Ia adalah orang yang mampu
bekerjasama dan mampu mengarahkan situasai dan kondisi. Terbukti dari berbagai acaranya dapat berjalan lancar
dan mendapatkan apresiasi dari atasanya.
Pada
akhirnya, penulis sebagai murid yang mengamati beliau sejak tujuh tahun yang
lalu memang tidak bisa mengurai setiap
prestasi langkah kerja beliau dalam berbagai bidang sehingga wajar bila
terdapat kekurangan. Ia adalah seorang pembina dan pencetak kader. Semoga dengan adanya tulisan ini bukan
hanya sekedar pujian, namun menjadi cerminan dan teladan bagi kita semua. Semoga bermanfaat.
Oleh :
Anisah
Budiwati, S.HI, M.SI, Alumnus PBSB Konsentrasi Ilmu Falak IAIN Walisongo Semarang,
Alumnus PP. Darul
Arqam Garut Jawa Bara, Dosen Hukum Islam UII Yogyakarta.
aslm. mantap sekali
BalasHapussemoga selalu menjadi inspirasi bagi siapapun
BalasHapussemoga selalu dilindungi Alloh
BalasHapusAllahummma sholli 'alaih :)
BalasHapus