Selamat Datang di Blog Ponpes Life Skill Daarun Najaah Semarang Jawa Tengah | Tebarkan salam penuh dengan semangat untuk meraih Sukses, Sholeh dan Selamat Dunia Akhirat | Dapatkan informasi seputar kegiatan pondok dan artikel lainnya disini

MENU

Moon Calendar

Senin, 22 Desember 2014

KYAI FALAK ERA MILLENIUM KARYA ANISAH BUDIWATI, S.HI, M.SI,


KYAI FALAK ERA MILLENNIUM
KH. Dr. Ahmad Izzudin, M.Ag
          Banyak tokoh muslim kita yang sukses lahir dari didikan orang tua yang keras. Begitu pula dengan tokoh satu ini, Kyai kelahiran Kudus dengan segudang pengabdian untuk umat dan majunya Ilmu Falak. Kepribadian dan perjuangan beliau dalam membumikan ilmu yang sangat langka, yaitu Ilmu Falak mendapat perhatian manakala kita mengamati perjalanan hidupnya. Dengan berbagai kisah, pengalaman, dan cerita yang masih saya ingat, sebagai muridnya selama di Semarang sampai dengan sekarang, pandangan saya terhadap beliau masih tetap sama, sebagai tokoh umat.
Kyai Produktif
          Ahmad Izzuddin, kelahiran Kudus 12 mei 1972 ini adalah seorang kyai. Ia tidak hanya seorang dosen, namun juga salah satu pimpinan pondok pesantren tempat selama kuliah, Pondok Pesantren Daarun Najaah. Tidak seperti kebanyakan tipe pesantren yang saya tahu, pesantren ini adalah pesantren bersantrikan mahasiswa. Dengan jumlah kurang lebih 200 santri, dua kyai besar, KH. Sirodj Khudori dan menantu putrinya Aisah Andayani yakni KH. Dr. Ahmad Izzuddin M.Ag, Ponpes Daarun Najaah berdiri di wilayah transisi menjadi kota, Jrakah Tugu Semarang.
Dr. KH. Ahmad Izzuddin, M. Ag.
          Sejak ia menjadi menantu KH. Sirodj Khudori di tahun 2000, ia mulai membantu mertuanya untuk merintis Pondok Pesantren Daarun Najaah yang berdiri pada tanggal 28 Agustus 2001. Ketika awal-awal tahun, Pondok hanya memiliki santri laki-laki dan ia adalah kyai yang sangat rajin untuk membangunkan santri-santrinya di tengah malam dan mengguyur santri di depan sumur untuk mandi dan shalat tahajud. Waktu itu ia memang tinggal bersama para santri dengan batas tembok tipis kamar dari triplek. Dengan kesederhanaannya, ia membangun pondok pesantren bersama istri dan mertuanya sehingga semakin lama pondok mulai berkembang dengan memiliki santri putri di tahun 2007. Ia merintis Pondok pesantren dengan melakukan beberapa inovasi. Munculah lembaga-lembaga seperti lembaga hisab rukyat Al-Miiqaat yang khusus menekuni Ilmu Falak, group rebana Al-Mahboeb yang kini sering diundang mengisi acara di Semarang, majalah bulletin An-Najwa, Lembaga bahasa Daarun Najaah, Koperasi Saliima dan juga lembaga penerbitan buku Al-Hilal. Semua lembaga-lembaga tersebut ia rintis dengan kesabaran dan perjuangan hingga saat ini.
          Di sini, sosok Ahmad Izzuddin yang saya kenal adalah guru yang sangat mengerti kondisi santrinya, bahkan untuk santri yang tidak bisa berbahasa jawa ia menerapkan pembelajaran yang menurut saya memayungi kondisi semua santri. Dalam beberapa kali pengajian, Pak Iz, sapaan akrab beliau dikalangan santri, mengisi pengajian di setiap malam Rabu dan malam Senin. Pengajiannya hanya membahas dua atau tiga kalimat dalam kitab Nashoihul ‘Ibad, namun syarahnya (penjelasan) panjangnya bukan main. Dengan sesekali gelak tawa, ia mampu menyihir santrinya untuk menyerap apa isi materi. Ia membahas isi kitab tidak hanya dengan duduk saja, tapi berdiri sambil mengecek dan mengabsen santri-santrinya. Terkadang ia membuat model pengajian seperti Mario Teguh. Ia tayangkan beberapa slide motivasi dan mengakhiri materi dengan munasabah diri. Sajian kitab yang berisi tentang pembelajaran akhlak ini memang kerap berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga penjelasannya adalah kontektualisasi ayat dan hadits yang melebar, meluas dan memanjang. Inilah mungkin yang membuat santrinya tidak bisa tertidur ketika mengaji. Santri bisa termotivasi dengan cara pembelajaran ini. Menerjemahkan kitab hanya dengan bahasa jawa mungkin membuat beberapa santri yang belum bisa mengerti bahasa jawa tersiksa.
          Di awal tahun, jika hanya mendengarkan pengajian dan harus bertanya teman duduk arti bahasa indonesianya apa kadang membuat suasana akhirnya mengantuk. Tapi pengajian yang dipimpin Pak Iz ini membuat santri luar Semarang seperti saya ini semangat. Tidak hanya pelan-pelan mulai bisa menerjemahkan arab gantung dengan bahasa jawa, juga mengerti karena ia memberikan syarah (penjelasan)nya dengan bahasa Indonesia.
          Sosok beliau dikalangan santri, berperan tidak hanya sebagai orang yang mengajarkan akhlak, namun juga dunia lain seperti interpreneur, kedisiplinan, keterampilan sampai masalah penampilan. Ia tidak hanya mewajibkan santri putra untuk memakai kopiah di hari jum’at ketika akan ke kampus, namun juga mewajibkan santrinya untuk menguasai masalah penerbitan buku, bahasa dan isu-isu politik. Kegiatan beberapa kali dalam sebulan menghadirkan narasumber dari luar, entah itu untuk belajar membaca cepat kitab kuning, belajar TOEFL, membahas diskursus politik di Mesir, sampai menghadirkan artis-artis film KCB yang pada waktu itu sedang booming.
          Selain itu juga pernah mengajak santrinya untuk nonton KCB di bioskop Citra Land Simpang Lima. Hal yang menurut saya aneh, karena baru kali ini seorang kyai mengajak santri-santrinya nonton bareng. Ia selalu berpesan untuk tidak hanya jadi santri kolot yang hanya ngaji dan tidur di pondok saja, santri juga harus berpenampilan necis dan tidak ketinggalan jaman untuk pernah nonton di bioskop. Ini kyai nyentrik, ia juga biasa pergi bersama-sama santri lain naik bis omprengan.
          Di lihat dari kepiawaiannya dalam mengelola pondok bersantrikan mahasiswa ini, ia cukup cekatan dan termasuk yang memiliki produktif melahirkan banyak ide untuk mendesain berbagai acara agar santrinya hidup dengan motivasi. Ia pernah menghadirkan narasumber seorang Public Relation (PR) yang juga manager Hotel Semesta di Semarang. Santri termotivasi untuk tidak hanya belajar akhlak namun juga bagaimana menampilan diri sebaik mungkin tanpa harus berlebihan. Bagaimana cara menghadapi dan merespon berbagai tipe orang, termasuk pengalaman ketika wawancara mencari pekerjaan dan lain sebagainya. Selain itu dalam bidang keterampilan, Ia mengadakan kerjasama dengan salah satu perusahaan roti yang telah lama berkembang dan maju. Dalam acara menjelang bulan Ramadan, ia mengajak santrinya untuk studi banding dan belajar dari pengusaha Roti Virgin, pengusaha Bandeng Juana dan perusahaan Indomie di Semarang.
          Kegiatan yang selalu ia ramaikan dengan santri-santrinya adalah sepak bola api dalam kegiatan akhirussanah Pondok. Di setiap tahun, ia selalu memimpin pembukaan sepak bola api dengan pakaian khasnya dari atas sampai bawah berwarna putih ditemani obor-obor menyala yang diangkat santri sambil berdendang shalawat. Malam yang gelap tetap ramai dengan datangnya masyarakat yang juga ingin menonton, kadang juga datang beberapa wartawan yang mewawancarai untuk ditayangkan di televisi. Pertandingan sepak bola api ini juga melibatkan peserta dari remaja masjid dan masyarakat yang berada di sekitar Pondok. Menurut saya, hal ini merupakan salah satu strategi beliau untuk membangun suasana keislaman dan pondok pesantren di Jrakah Tugu Semarang. Dengan mengadakan berbagai kegiatan dan melibatkan peran masyarakat agar dapat turun rembug bersosialisasi dengan pondok yang bersantrikan seluruh Indonesia itu.
          Sosoknya di mata santri setidaknya meninggalkan beberapa kesan. Selain karena dia orang yang selalu mengarahkan santri untuk menjadi pribadi yang baik, ia sering marah ketika santrinya melanggar aturan pondok. Ia adalah orang yang tegas dan tidak kenal dengan toleransi untuk membiarkan santri-santrinya berbuat lalai. Ketika santri melanggar, maka hukuman yang biasa ia berikan adalah push up bagi santri putra, menulis shalawat nariyah, sampai dengan membuat surat pernyataan bermaterai. Pelanggaran ini berkisar dikarenakan santri sering tidak ikut mengaji atau ada beberapa kasus seperti pencurian, mungkin tidak termasuk pencurian sandal, ghasab. Karena di dunia ini tidak semua orang baik, maka banyak kisah-kisah di pondok yang mengharuskan sikap beliau berani dan tegas, tentunya dengan banyak konsekuensi di mana santri tidak menyukainya.
          Namun di balik sosok yang tegas ini, ia adalah orang yang semangat menjadikan santrinya sukses, sholeh, slamet dunia akhirat, sebagaimana slogan pondok ini. Ia mengatakan, bahwa setiap yang membuat santri yang melanggar itu benci pada dirinya, ia akan mendapatkan hikmah dibalik sikap marah kyainya di masa depan kelak. Di setiap pengajian, ia selalu mempimpin doa dengan santri-santri agar dijadikan orang-orang yang senantiasa tidak lupa akan kebaikan orangtua dan guru. Ia adalah orang yang selalu tidak lupa untuk menyampaikan salam kepada orangtua santri, meskipun santrinya tidak banyak yang menyampaikan salam balik. Di akhir pengajian, ia selalu mengingatkan santrinya untuk senantiasa berakhlakul karimah di pondok maupun di kampus.
          Di tahun 2011, ia merintis Pondok Life Skill Daarun Najaah yang bertempat di belakang rumahnya di Bukit Beringin Lestari. Ada sekitar 30 santri putra dan 15 santri putri yang juga merupakan mahasiswa yang kini sedang ia asuh. Ia memberdayakan para santri untuk menciptakan suasana keislaman yang ia harapkan selama ini di masyakarat. Ia membagi waktu untuk dapat membimbing dua pondok pesantren dengan tidak mengurangi waktunya untuk bekerja dan berkumpul bersama keluarga.
Sosok Penyayang dan Humoris
          Di keluarga, ia adalah seorang suami dan ayah yang baik. Ia memiliki empat anak dan di tahun ini bertambah lahirnya anak yang ke lima. Anak pertamanya, Alliya Saliima Izza berusia 14 tahun, Najwa Fariha Izza berusia 9 tahun, Muhammad Farhan Najih Azizy berusia 5 tahun, Hanana Maksuma Izza berusia 2 tahun, dan yang terakhir masih di dalam kandungan. Suami dari Aisah Andayani, S.Ag ini kerap menghabiskan waktu selain bekerja di IAIN Walisongo dan ketika ia di Jakarta untuk berkumpul bersama keluarga. Ia bersikap demokratis untuk memberikan kebebasan anak-anaknya dalam menempuh pendidikan. Ia tidak mentargetnya anaknya harus rangking satu, namun dengan didikannya anak-anaknya termasuk siswa yang berprestasi. Ia selalu memberikan penghargaan kepada mereka tatkala datang keberhasilan dan memberikan motivasi tatkala datang kesulitan dan ketidakberuntungan. Ia menjadi idola diantara anak-anaknya, karena anak-anaknya menaruh kepercayaan ayahnya dalam hal apapun. Anak-anaknya tumbuh dengan semangat, percaya diri dan kreatif. Didikannya membebaskan namun tidak membiarkan mereka luput dari ajaran agama untuk dapat menghargai, menghormati dan berbagi dengan orang lain.
          Di dalam rumah, ia adalah orang yang paling humoris. Ia sering mengguyoni anak-anaknya, termasuk kepada istrinya sekalipun. Ia membangun kesabaran tatkala anak-anaknya rewel akan sesuatu dan memberikan contoh baik ketika di antara saudara kakak beradik itu harus saling memaafkan dan berbagi. Guyonannya yang selalu terkesan adalah ketika ia menyapa anak keduanya dengan mengatakan bahwa Najwa itu mirip Ibu, padahal Najwa sangat dominan mirip ayahnya. Anehnya, Najwa tidak merengek, dia termasuk anak yang paling dewasa dibanding yang lain. Anak laki-laki satu-satunya yang ia punya yaitu Farhan sangat cerdas meminta mainan kepada ayahnya. Ayahnya selalu guyoni Farhan dengan mengiming-imingi mainan asal tidak ngedot susu lagi. Namun, Farhan selalu pintar mencari kesempatan untuk dapat mainan dan dot susu. Hal lain yakni ketika ia jalan-jalan sekeluarga. Di dalam mobil, ia selalu bertanya, siapa anak ayah? Semua anak-anaknya menyahut dengan unjuk tangan. Siapa anak Ibu? Tidak ada yang menjawab, dan spontan saja semua yang ada di dalam mobil tertawa, kecuali istrinya. Istrinya selalu tahu, bagaimana ia membangun suasana canda tawa.
          Setiap pagi ketika ia masih menjadi dosen di IAIN, ia sesekali mengantar kedua anaknya bersekolah di Yayasan Walisongo di Jrakah. Meskipun ayahnya adalah ketua yayasan, anaknya yang paling besar, Aliyya selalu dapat memposisikan diri untuk tidak dapat diutamakan di antara teman-temannya. Aliyya adalah anak yang bertanggung jawab dengan menjadi ketua kelas dan memimpin teman-temannya. Anak-anaknya tumbuh dengan kemandirian walaupun sesekali pernah merengek tidak mau sekolah hanya untuk ikut bersama ayahnya ketika menghadiri acara. Ia termasuk orang yang sangat dekat dengan anak-anaknya. Saat ia menerima tamu, anak yang paling besar selalu berada didekatnya, tidak mau untuk jauh tidak melihat ayahnya. Apalagi ketika tahun 2013, saat ayahnya diangkat menjadi Kasubdit Pembinaan Syariah dan Hisab Rukyat di Kementerian Agama, Aliyya sangat sering mengomentari status facebook acara ayahnya dengan komentar : semangat ya ayahku sayang. Inilah mungkin salah satu bukti bahwa didikannya sangat berperan meskipun ia jauh dengan hanya pulang seminggu sekali di hari Sabtu-Minggu.
          Di lingkungan rumahnya, ia adalah tokoh agama yang disegani. Semenjak berdiri Pondok Daarun Najaah di belakang rumahnya, ia memberdayakan santrinya dengan memberikan tugas mereka untuk menjadi pengajar TPQ, imam shalat dan mengumandangkan adzan. Sehingga suasana keislaman terwujud dengan ramainya santri untuk berjamaah shalat, pengajian seusai shalat subuh dan banyaknya anak-anak yang menjadi murid di TPQ At-Taubah. Meskipun dalam perjalanan terjadi kesalahfahaman dengan masyarakat, pada akhirnya dengan didikannya dan kesantunan para santri, mereka dapat berbaur dengan lingkungan sekitar. Bahkan, pada setiap moment perayaan hari besar Islam seperti Idul Adha atau Idul Fitri, para santri diajak masyarakat untuk dapat bekerjasama saling membantu.
          Di keluarga besarnya, ia adalah anak ke 7 dari 9 bersaudara dari pasangan Alm. KH. Maksum Rosyidie dan Almh. Hj. Masriah Hambali. Ia termasuk orang yang dipercaya untuk melanjutkan pengabdian ayahnya dengan membantu para guru di sekolah Wahid hasyim Kudus Jawa Tengah. Setiap beberapa kali dalam sebulan, ia menyempatkan diri untuk dapat memimpin rapat guru, memotivasi siswa dan mengadakan kegiatan seperti karnaval. Keterlibatannya dalam memberikan motivasi membuat angin segar untuk guru-guru agama di sana. Kegiatannya ini dilakukan selepas ta’ziyah mengunjungi pemakaman ayah dan ibunya bersama keluarga dan beberapa santri.
Pencetak Kader Falak
          Ahmad Izzuddin adalah orang yang menekuni Ilmu Falak sejak kecil. Di bawah asuhan ayahnya, ia dipaksa mengaji kitab-kitab Falak dan Ilmu Waris Islam. Setiap hari ayahnya tak pernah malas untuk mengajaknya mengaji. Bahkan sampai ia bersembunyi di kamarnya untuk menghindari, ayahnya tak mau melepasnya. Didikan Ibunya pun terlihat tegas dari paksaannya untuk kuliah di IAIN Walisongo Semarang. Tanpa paksaan mereka, saya tidak akan seperti ini, tuturnya mengenang jasa orangtuanya.
          Ia dibesarkan di Pondok Pesantren Ploso mojo Kediri, Jawa Timur. Ia dikenal sebagai murid yang mumpuni di bidang hitung-menghitung dan IPA, karena selama SMP ia bersekolah di salah satu sekolah favorit di Kudus. Ia dipercaya menjadi tim pembuatan kalender di Pondoknya dan menjadi berkembang untuk menekuni Ilmu Falak sampai dengan
sekarang. Arahan dan bimbingan kedua orangtuanyalah ia dapat menjadi dosen Ilmu Falak sampai sekarang menjabat Kasubdit Pembinaan Hisab dan Rukyat Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama.
          Selain sebagai kyai yang produktif dan menjadi idola di keluarganya, ia termasuk seorang dosen dalam usia yang sangat muda dapat melahirkan lulusan yang berkualitas. Di antara murid sekaligus santrinya sejak awal pondok berdiri, saat ini ia merasa bangga mendidik mereka, di antaranya Ahmad Fadholi yang kini menjadi dosen di IAIN Bangka Belitung, Ismail Khudori yang bekerja menjadi staf ahli hisab rukyat di Kementrian Agama Kota Semarang, dan Taufik yang sudah menjadi hakim. Ketiga anak didikannya secara khusus mendapat perhatian untuk beliau arah dan bimbing. Mereka adalah hasil didikan dari banyaknya tugas yang beliau berikan. Dengan model penugasan, ia berhasil menjadikan mereka faham tidak hanya dari segi teori saja. Di lapangan, ia kerap sekali menugaskan santri-santrinya untuk dapat menjadi panitia dan memandu peserta Diklat pelatihan Ilmu Falak. Padahal, ia sangat tahu bahwa anak bimbingannya belum bisa, namun ia paksa mereka untuk bisa. Ketika ia diundang menjadi narasumber dalam sebuah pelatihan, workshop ataupun diklat, ia sangat sering mengajak anak bimbingannya untuk juga berperan. Pun, ketika dahulu pernah mengajar Ilmu Falak dan waris di INISNU Jepara. Karena Ilmu Falak dan waris itu 50% adalah aplikasi dan latihan, maka peserta pelatihan selalu ia desain untuk mengembangkan kapabilitas penggunaan peralatan dengan cara melibatkan anak bimbingannya akan menjadi pemandu.
          Ia adalah salah seorang perintis, termasuk di mana muncul program beasiswa untuk kuliah dan mempelajari Ilmu Falak di IAIN Walisongo Semarang. Pada tahun 2007, ketika ia membina 30 orang mahasiswa angkatan pertama yang sangat ia harapkan dapat berhasil, ia juga merintis komunitas yang berkonsentrasi dalam Ilmu Falak, ia mendirikan Asosiasi Dosen Falak Indonesia, Komunitas Falak Perempuan Indonesia, dan Komunitas Santri Falak Indonesia. Selain itu, ia membentuk Tim Hisab Rukyat di Masjid Agung Jawa Tengah yang berada di Kota Semarang. Pada tahun 2009 menjadi rujukan pelaporan rukyatul hilal yang berhasil dilihat. Setiap bulan ketika ia senggang, ikut menjadi berjalananya rukyatul hilal menjelang Ramadan dan Syawal. Ia sangat menaruh perhatian dalam masalah Ilmu Falak, sehingga ia merupakan orang pertama yang bisa populer di dunia penulisan dari binaan gurunya Slamet Hambali.
          Di dalam kelas, model pembelajaran yang ia lakukan berfokus pada pemahaman materi. Ia tidak jelimet untuk menerangkan asal-usul, namun seiring dengan waktu mahasiswanya dapat mengetahui dengan sendirinya dan mengulik sendiri. Ia adalah orang yang mendesain mata kuliah untuk dipakai dan diterapkan dalam desain pembelajaran Ilmu Falak di IAIN Walisongo Semarang. Kehadirannya dalam Ilmu Falak mewarnai konsep belajar untuk tidak hanya berkutat dengan angka, penyampaiannya yang kadang diselingi guyonan membuat orang yang tidak suka Ilmu Falak menjadi cinta. Sehingga tidak heran ia menjadi orang yang paling dicari ketika Rektor IAIN mempertanyakan kapan puasa dan lebaran tiba.
          Selama menjadi dosen, ia dipercaya untuk menjadi narasumber pada banyak pelatihan, seminar maupun workshop. Selain itu diamanahi pula untuk menjadi konsultan yang berhubungan dengan hukum Islam di LPKBHI Fakultas Syariah yang pada kemudian hari merintis PUSKALAFALAK (Pusat Kajian dan Layanan Falakiyah) Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang. Ia tidak menggunakan kesempatan ini hanya untuk mengembangkan dirinya saja, ia selalu melakukan kaderisasi. Ia adalah seorang pencetak kader ahli falak, buktinya ia tidak melepas setiap kegiatannya tanpa mahasiswa. Saya pun termasuk orang yang ia berdayakan untuk menjadi ahli falak dari kaum perempuan. Konsep yang selalu ia ajarkan adalah setiap orang pasti bisa dan mampu.
          Keahliannya dalam Ilmu Falak diakui berbagai pihak. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya permintaan baik itu dari Kemenag kota maupun permintaan Takmir Masjidnya sendiri untuk mengecek dan meluruskan arah kiblat. Jika dihitung, sudah ratusan masjid dan musholla yang ia luruskan shafnya. Kesempatan ini tidak ia lakukan sendiri, ia mengajak mahasiswanya untuk juga berpengalaman melakukan pengukuran arah kiblat. Pernah pada waktu tahun 2010, 17 mahasiswi konsentrasi Ilmu Falak IAIN Walisongo diajaknya untuk mengukur kiblat masjid dan musholla di daerah Slarongan Klaten Selatan. Sebagaimana permintaan, akhirnya ia membagi 17 mahasiswi menjadi beberapa kelompok untuk mengukur musholla dan masjid yang menyebar di sana. Mahasiswi binaannya sangat merasa senang karena dapat mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari selama di kelas.
          Dalam bidang tulis menulis, ia termasuk orang yang produktif dan kreatif. Sampai sekarang, ketika ia menjadi Kasubdit Pembinaan Syari’ah dan Hisab Rukyat ia tidak pernah kehilangan ide untuk menuangkan gagasannya dalam artikel maupun makalah. Bahkan, ia disebut penulis tahunan, karena tulisannya populer hanya ketika menjelang Ramadan dan Lebaran tiba, padahal tulisannya yang lain pun pernah terbit. Hal ini menimbulkan efek positif, ketika ideidenya di baca di media massa, persoalan perbedaan awal Bulan Qamariyah yang selama ini ada di Indonesia, ia kemas menjadi topik menarik, di antara judulnya yaitu menghisabkan NU dan merukyahkan Muhammadiyah, Hisab Aman, Rukyah Rawan. Sehingga dengan usahanya, Ilmu Falak semakin menarik untuk orang pelajari. Selang waktu tujuh tahun setelah angkatan pertama didikannya di IAIN Walisongo lulus, ia bangga bisa membimbing beberapa anak untuk dapat mengembangkan Ilmu Falak dengan melanjutkan sekolah S2.
          Genap dua tahun sejak tahun 2013, ketika ia diangkat menjadi Kasubdit Pembinaan Syari’ah dan Hisab Rukyat, ia mengaku sangat sulit untuk menjadi pimpinan di kalangan Birokrat. Namun karena kesabaran dan dukungan istri dan anak-anaknya, ia mampu melewatinya dengan semangat. Ia sangat pintar dalam membagi waktu, pada saat libur hari Sabtu-Ahad ia pulang ke Semarang untuk bertemu dengan keluarganya dan menyelangi waktunya dengan memberikan materi perkuliahan kepada mahasiswa S1 IAIN Walisongo. Kesibukannya di Jakarta ia jalani dengan banyak hal yang ia selesaikan. Di mata rekan kerja dan bawahannya, ia dikenal sebagai pemimpin bijak, sehingga tak heran jika di kantor tercipta suasana kekeluargaan yang erat. Ia adalah orang yang mampu bekerjasama dan mampu mengarahkan situasai dan kondisi. Terbukti dari berbagai acaranya dapat berjalan lancar dan mendapatkan apresiasi dari atasanya.
          Pada akhirnya, penulis sebagai murid yang mengamati beliau sejak tujuh tahun yang lalu memang tidak bisa mengurai setiap prestasi langkah kerja beliau dalam berbagai bidang sehingga wajar bila terdapat kekurangan. Ia adalah seorang pembina dan pencetak kader. Semoga dengan adanya tulisan ini bukan hanya sekedar pujian, namun menjadi cerminan dan teladan bagi kita semua. Semoga bermanfaat.

Oleh :
Anisah Budiwati, S.HI, M.SI, Alumnus PBSB Konsentrasi Ilmu Falak IAIN Walisongo Semarang, Alumnus PP. Darul Arqam Garut Jawa Bara, Dosen Hukum Islam UII Yogyakarta.

4 komentar: