Selamat Datang di Blog Ponpes Life Skill Daarun Najaah Semarang Jawa Tengah | Tebarkan salam penuh dengan semangat untuk meraih Sukses, Sholeh dan Selamat Dunia Akhirat | Dapatkan informasi seputar kegiatan pondok dan artikel lainnya disini

MENU

Moon Calendar

Sabtu, 28 Maret 2015

Konsep dan Hisab Ijtima'


oleh
Muhammad Himmatur Riza 
Muhammad Syahrul Munir

A.    Pendahuluan
Seperti yang telah kita ketahui bahwasannya penanggalan Hijriyyah (Qamariyyah) pada hakikatnya mengacu pada peredaran bulan, lain halnya dengan penanggalan Masehi (Syamsiyyah) yang berpatokan pada peredaran matahari. Dalam keilmuan Falak, penentuan awal bulan Qamariyyah ini lebih mendapatkan perhatian, disebabkan karena banyaknya perbedaan variabel hasil yang berimplikasi terhadap perbedaan penentuan awal bulan tersebut.

Perbedaan variabel hasil ini tak lain disebabkan karena banyaknya metode, data hisab serta kriteria yang digunakan.  Secara rasional, dari metode dan data yang berbeda pasti akan memperoleh hasil yang berbeda pula. Oleh karena itu, beralih polemik yang cuup besar, secara umum dalam hisab kontemporer, untuk menetukan awal bulan qamariyyah dibutuhkan beberapa langkah untuk mendapatkan hasil. Di antaranya, melakukan konversi dari tanggal Hijriyyah ke Masehi secara urfi. Hal ini dilakukan untuk memperkirakan kapan terjadi ijtima’. Tetntunya bagi orang awam istilah ijtima’ menjadi persoalan yang membutuhkan jawaban. Beranjak dari itu, dalam makalah ini akan membahas seklumit istilah ijtima’ serta hal-hal yang berkaitan dengan ijtima’.

B.     Pengertian Ijtima’
Ijtima’ merupakan bentuk mashdar dari akar kata Ijtama’a, Yajtami’u, Ijtimaa’an yang secara bahasa artinya “berkumpul” atau Iqtiran artinya “bersama”, yaitu posisi Matahari dan bulan berada pada satu bujur astronomi yang sama. Dalam astronomi dikenal dengan istilah Conjungtion (konjungsi). Para ahli astronomi menggunakan ijtima’ ini sebagai pergantian bulan Qamariyah, sehingga ia disebut pula dengan New Moon. Adapun dalam bahasa jawa istilah ijtima’ disebut pangkreman. Ijtima’ oleh para ahli hisab dijadikan sebagai pedoman untuk menentukan masuknya bulan baru Qamariyah. Dalam ilmu hisab disebut juga dengan Ijtimaa’un Nayyirain. Ijtima’ tersebut dapat terjadi kapan saja, baik sebelum Matahari terbenam, sebelum Matahari terbit, sebelum tengah hari, maupun sebelum tengah malam.

Jadi, pada setiap akhir bulan Qamariyah bulan bertemu dengan Matahari dan pada waktu itu taqwim bulan (bujur astronomi bulan) bersamaan dengan taqwim Matahari (bujur astronomi Matahari). Sebaliknya, jika antara taqwim Matahari dengan taqwim bulan jauhnya 180o, maka pada saat itu disebut dengan Istiqbal atau oposisi. Pada saat ini, Bumi berada di antara bulan dan Matahari. Bagian bulan yang sedang menerima sinar Matahari hampir seluruhnya terlihat dari Bumi. Akibatnya bulan terlihat seperti bulatan penuh. Inilah yang disebut dengan Badr atau Bulan Purnama.

C.    Persoalan Seputar Ijtima’
Berbicara mengenai ijtima’, maka tak luput dari pembahasan gerak bulan khususnya gerak revolusi bulan. Revolusi bulan adalah peredaran bulan mengelilingi Bumi dari arah barat ke timur. Satu kali penuh revolusi bulan memerlukan waktu rata-rata 27 hari 7 jam 43 menit 12 detik. Periode waktu ini disebut satu Bulan Sideris atau Syahr Nujumi.

Revolusi bulan ini dijadikan dasar perhitungan bulan Qamariyah, akan tetapi waktu yang dipergunakannya bukan waktu sideris, melainkan waktu sinodis yang lama rata-ratanya adalah 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik. Dengan alasan 27 hari 7 jam 43 menit 12 detik, selama itu bulan belum kembali bertemu (ijtima’) dengan Matahari, sebab selama itu bulan bergerak mengelilingi Bumi (revolusi bulan). Bumi pun juga bergerak mengelilingi Matahari (revolusi Bumi) dan telah berpindah dari tempatnya. Jadi, meskipun bulan telah sempurna pada falaknya mengelilingi Bumi, tetapi belum lagi bertemu dengan Matahari (ijtima’). Hal demikian itu akan terjadi dalam jangka watu 2 hari 05 jam 00 menit 51 detik lagi. Sehingga waktu yang diperlukan bulan dari ijtima’ ke ijtima’ berikutnya selama 29 hari 12 jam 44 menit 03 detik. Waktu inilah yang disebut satu Bulan Sinodis atau Syahr Iqtiraani.                  

Seperti ayat dalam QS. Yaasin: 39 yang menjelaskan tentang revolusi bulan.
Artinya: “Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua.

Ayat ini menjelaskan mengenai dimulainya bulan baru atau bulan-bulan pada Awal bulan, kecil berbentuk sabit, kemudian sesudah menempati manzilah-manzilah, Dia menjadi purnama, kemudian pada manzilah terakhir kelihatan seperti tandan kering yang melengkung, kemudian kembali kepada bentuknya yang paling kecil, dan bentuk yang paling kecil itu terjadi di sekitar ujtima’. Artinya ijtima’ selalu terjadi satu kali setiap bulan.

Perlu diketahui bahwa pada keadaan ijtima’, bulan hanya sekali-sekali saja berkedudukan benar-benar dalam satu garis pandangan dengan Matahari apabila dilihat dari Bumi. Hal tersebut  terjadi pada peristiwa gerhana Matahari, maka yang menghadap ke Bumi merupakan bagian bulan yang gelap.

Biasanya ketika ijtima’ masih terdapat jarak antara bulan dan Matahari, yaitu sekitar 5o. Diperoleh dari fenomena bahwa bidang tempat bulan beredar (Falakul Qamar) tidak sama dengan bidang tempat Matahari beredar, yaitu bidang Ekliptika, yang mana kedua bidang itu berpotongan dan membentuk sudut 5o. Inilah yang menjadi alasan bahwa setiap ijtima’ belum tentu terjadi gerhana Matahari.

Dalam keadaan demikian masih ada bagian permukaan bulan yang diterangi matahari yang menghadap ke Bumi. Akan tetapi, bagian itu tidak dapat dilihat, karena bulan yang sedang berijtima’ letaknya sangat dekat dengan Matahari. Dan pada malam harinya, bulan akan selalu di bawah ufuk. Sehingga kelemahan terhadap masalah ijtima’ adalah bahwa bulan sama sekali tidak dapat diobservasi.

D.    Hisab Ijtima’
Untuk menentukan awal bulan Qamariyah, langkah awalnya ialah dengan menghitung ijtima’ akhir bulan dari bulan yang sedang berlangsung. Adapun proses perhitungan awal bulan Qamariyah menggunakan Ephemeris Hisab Rukyah ditempuh dengan cara:
1.      Menentukan awal bulan apa dan tahun berapa (hijriyah) yang akan dihitung.
2.      Menghitung tanggal 29 bulan (hijriyah) bulan sebelumnya bertepatan dengan tanggal berapa menurut kalender Masehi dengan cara konversi tanggal atau perbandingan tarikh.
3.      Siapkan data astronomis pada tanggal masehi tersebut atau sehari sebelumnya atau sehari setelahnya, yakni kapan terjadi FIB (Faction Illumination Bulan). Fraction Illumination adalah besar atau luas piringan bulan yang menerima sinar Matahari yang tampak dari Bumi. Jika seluruh piringan bulan yang menerima sinar Matahari terlihat dari Bumi maka bentuknya akan berupa “bulatan penuh”. Dalam keadaan seperti ini nilai Fraction Illumination adalah 1 (satu), yaitu persis pada saat puncak Bulan Purnama. Sedangkan jika Bumi, bulan, dan Matahari sedang persis berada pada satu garis lurus, maka akan terjadi gerhana Matahari. Dalam keadaan seperti ini nilai Ffraction Illumination bulan adalah nol. Setelah bulan purnama, nilai Fraction Illumination akan semakin mengecil sampai pada nilai yang paling kecil, yaitu pada saat ijtima’ dan setelah itu nilai Fraction Illumination ini akan kembali membesar sampai mencapai nilai satu, pada saat Bulan Purnama. Dengan demikian, data Fraction Illumination ini dapat dijadikan pedoman untuk mengetahui kapan terjadinya ijtima’ dan kapan bulan purnama (istiqbal)
4.    Melacak FIB terkecil pada tanggal yang bersangkutan terjadi jam berapa (waktu Greenwich).
5. Menghitung sabaq Matahari (B1), yakni kecepatan Matahari per jam. Dengan cara menghitung selisih (harga mutlak) antara ELM (Ecliptic Longitude Matahari / pada jam FIB terkecil tersebut dengan data ELM pada satu jam berikutnya. Ecliptic Longitude Matahari atau bujur astronomi Matahari yaitu, busur sepanjang lingkaran ekliptika ke arah timur diukur dari titik Aries sampai Matahari. Dalam Ilmu Falak dikenal pula dengan nama Taqwimus Syams atau Muqawwamus Syams.
6.   Menghitung sabaq bulan (B2), yakni kecepatan bulan per jam. Dengan cara menghitung selisih (harga mutlak) antara data ALB (Apparent Longitude Bulan ) pada jam FIB terkecil tersebut dengan data ALB pada satu jam berikutnya. (Catatan: jika FIB terkecil terjadi pada jam 24 maka data ELM dan ALB satu jam berikutnya adalah data ELM dan ALB pada jam 1 tanggal berikutnya. Apparent Longitude Bulan atau bujur astronomi bulan, adalah busur sepanjang lingkaran ekliptika ke arah timur diukur dari titik Aries sampai bujur astronomi yang melewati bulan. Dalam Ilmu Falak dikenal pula dengan nama Ttaqwimul Qamar atau Muqawwamul Qamar.
7.      Menghitung waktu Ijtima’.
·      Contoh perhitungan ijtima’ dalam rangka menentukan awal Syawal 1437 H.
Untuk mengetahui awal Syawal 1437 H., maka kita harus menghitung kapan terjadimya ijtima’. Pastinya ijtima’ tidak terjadi di awal Syawal, melainkan diakhir bulan Ramadhan. Maka langkah pertama yang wajib dilakukan adalah mengkonversi dari tanggal Hijriyah ke tanggal Masehi. Setelah ditemukan bahwa tanggal 29 Ramadhan 1437 H bertepatan dengan tanggal 5 Juli 2016 M secara ‘urfi. Kemudian perhatikan Fraction Illumination (cahaya bulan) terkecil dari data Ephemeris tahun 2016 pada bulan Juli, pada tanggal 4, 5, 6 Juli 2016 M.
·         Dari data Ephemeris tahun 2016 pada bulan Juli 2016 diketahui:
a.       FIB (Fraction Illumination Bulan terkecil pada bulan juli 2016 adalah 0.00152 jam 11.00 GMT tanggal 4 Juli 2016.
b.      ELM (Ecliptic Longitude Matahari) atau طول الشمس pada jam 11.00 GMT adalah 102o 53’ 49”
c.       ALB (Apparent Longitude Bulan) atau طول القمر pada jam 11.00 GMT adalah 102o 51’ 59”
d.      Sabaq Matahari per jam
ELM 11.00 GMT                   = 102o 53’ 49”
ELM 12.00 GMT                   = 102o 56’ 12”-
SM                                         =     0o 2’ 23”
e.       Sabaq Bulan per jam
ALB 11.00 GMT                   = 102o 51’ 59”
ALB 12.00 GMT                   = 103o 27’ 20”-
SB                                          =   0o 35’ 21”
f.       Ijtima’:
Jam FIB GMT + ELM – ALB + (110o 26’ 47.71” ÷ 15)
                               SB – SM
11.00 + (102o 53’ 49” - 102o 51’ 59”) + 7 : 21 : 47.18 jam
                   (0o 35’ 21” - 0o 2’ 23”)
11.00 + 0o 03’ 20.2” + 7 : 21 : 47.18 jam = 18o 25’ 07.38” WIB
·         Jadi, Ijtima’ akhir Ramadhan 1437 terjadi pada tanggal 4 Juli 2016 pada pukul 18o 25’ 07.38” WIB

· Cara lain menentukan Ijtima’
Setelah diketahui bahwa FIB terkecil didapat dari dua data yang diperoleh dari tanggal 4 Juli 2016 pada jam 11.00 GMT dan 12.00 GMT. Adapun perhitungan selanjutnya sebagai berikut:
1.      Perhatikan ELM dan ALB pada jam-jam tersebut dan pilih yang cocok, yang pertama ALB harus lebih kecil dari ELM, dan yang kedua ALB harus lebih besar dari ELM. Dalam hal ini ternyata Ijtima’ terjadi antara jam 11.00 GMT dan 23.00 GMT.
Jam FIB
ALB
ELM
11.00
102o 51’ 59”
102o 53’ 49”
12.00
103o 27’ 20”
102o 56’ 12”


2.      Kemudian melakukan interpolasi dengan rumus sebagai berikut:
Ijtima’ = Jam + ((ELM1 – ALB1) ÷ ((ALB2 – ALB1) – (ELM2 – ELM1)))
= 11.00 + ((102o 53’ 49” - 102o 51’ 59”) ÷ ((103o 27’ 20” - 102o 51’ 59”)       – (102o 56’ 12” - 102o 53’ 49”)
= 11o 03’ 20.2” + 7 : 21 : 47.18 jam
= 18o 25’ 07.38” WIB
Jadi, Ijtima’ akhir Ramadhan 1437 terjadi pada tanggal 4 Juli 2016 pada pukul 18o 25’ 07.38” WIB.  (dengan menggunakan cara yang kedua hasilnya pun tetap sama). 
E.     Kesimpulan
Ijtima’ merupakan bentuk mashdar dari akar kata Ijtama’a, Yajtami’u, Ijtimaa’an yangsecara bahasa artinya “berkumpul” atau Iqtiran artinya “bersama”, yaitu posisi Matahari dan bulan berada pada satu bujur astronomi yang sama. Dalam astronomi dikenal dengan istilah Conjungtion (konjungsi). Para ahli astronomi menggunakan ijtima’ ini sebagai pergantian bulan Qamariyah, sehingga ia disebut pula dengan New Moon.

Berbicara mengenai ijtima’, maka tak luput dari pembahasan gerak bulan khususnya gerak revolusi bulan. Revolusi bulan adalah peredaran bulan mengelilingi Bumi dari arah barat ke timur. Satu kali penuh revolusi bulan memerlukan waktu rata-rata 27 hari 7 jam 43 menit 12 detik. Periode waktu ini disebut satu Bulan Sideris atau Syahr Nujumi. Revolusi bulan ini dijadikan dasar perhitungan bulan Qamariyah, akan tetapi waktu yang dipergunakannya bukan waktu sideris, melainkan waktu sinodis yang lama rata-ratanya adalah 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik. Dalam perhitungan hisab ijtima’ pada akhir bulan Ramadhan 1437 terjadi pada tanggal 4 Juli 2016 pada pukul 18 : 03 : 20.2 WIB. 

F.     Penutup
Demikianlah makalah ini kami buat. Kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna, baik itu dari segi penulisan, gaya bahasa yang kami paparkan atau juga sistematika pengambilan referensi. Seperti pepatah tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritikan yang bersifat membangun serta saran guna memperbaiki dan mengevaluasi makalah ini. 

Semoga makalah ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat bagi kami dan bagi semua kalangan pada umumnya. Amin. 

G.    Referensi
Ahmad, Noor, Nuurul Anwar min Muntahal Aqwaal, Kudus: TBS, t.th

Djambek, Saadoeddin, Hisab Awal Bulan, Jakarta: Tintamas, 1976

Izzuddin, Ahmad, Ilmu Falak Praktis  Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2012

Kementrian Agama RI, Ephemeris Hisab Rukyat 2014, Jakarta: Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2014
Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2007

------------------------, Kamus Ilmu Falak, Yogjakarta: Buana Pustaka, 2005
                     
Wardan, K.R. Muhammad, Kitab Ilmu Falak dan Hisab, Jogjakarta: Maktabah Metromia, 1957